Bab 1 Pernikahan yang Terhenti
Acara pernikahan di seluruh negeri semakin lama semakin marak selama musim gugur. Sebuah Mercedes-Benz mewah tengah diparkir di Jalan Purdina, Kota Dobo, dan menghalangi jalan sebuah mobil pengantin. Seorang pria tua yang terlihat arogan dengan setelan jas tengah berdiri di antara dua mobil dan berbicara dengan Aditya Tripathi, yang saat itu mengenakan pakaian pengantin pria. “Setelah melakukan diskusi keluarga, kami akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah pengecualian dan mengizinkan dirimu menjadi bagian dari keluarga, Tuan Tripathi. Batu nisan ibumu juga akan ditempatkan di makam keluarga Tripathi selama kau bersedia menganggukkan kepalamu.” “Mengizinkan nisan ibuku ditempatkan di makam keluarga Tripathi?” Aditya bertanya. Kemudian hal yang tak terduga terjadi. Pria berjas itu mengira Aditya akan mengucapkan terima kasih kepadanya. Namun, terlihat jelas penghinaan di mata Aditya saat dia mengatakan, “Keluarga Tripathi sama sekali tidak layak untuk memajang batu nisan ibuku! Lakukanlah sesuatu untukku dan katakan pada keluarga Tripathi bahwa aku akan mendapatkan kembali apa yang seharusnya menjadi hak kami. Tunggu saja. Akan segera kuambil nyawa mereka,” kata Aditya. “Sementara itu, tolong jaga barang-barang di sini, Raka. Aku harus segera menjemput pengantinku.” “Baiklah, Tuan Tripathi!” Raka menjawab. Dengan mengatakan itu, Aditya langsung meninggalkan Raka Tumiwa, supirnya, dan memacu mobil pengantinnya. Raut wajah pria berjas itu seketika berubah marah. Keluarga Tripathi adalah salah satu keluarga terkaya di bagian utara. Bagaimana mungkin seorang anak haram dari seorang wanita kelas bawah, yang telah dibuang oleh keluarganya, mengatakan bahwa keluarga Tripathi sama sekali tidak layak? Namun, pria tua itu terdiam ketika melihat wajah sang sopir. “K-Kau Raka Tumiwa?” tanya pria tua itu, suaranya sedikit bergetar. Sopir itu hanya menganggukkan kepala dengan acuh tak acuh dan membenarkan identitasnya. Pria tua itu langsung terhuyung mundur hingga dua langkah. Tenggorokannya terasa kering saat dia berkata, “Mungkinkah Tuan Tripathi adalah Aditya, sang Dewa Perang? Orang yang tiba-tiba muncul dari alam biru enam tahun yang lalu? Rumornya, dia memimpin pasukan bawah tanah di seluruh dunia dengan kejam, memimpin Pasukan Empat untuk mengalahkan ribuan pasukan, dan memaksa setiap negara untuk menandatangani Perjanjian Lima Tahun, lalu menghilang secara misterius.” “Ya. Itu memang dia. Tuan Tripathi rela bersembunyi selama lima tahun untuk memberikan lebih banyak waktu bagi perusahaan lokal untuk memasuki pasar global dan menghidupkan kembali perekonomian. Lima tahun itu akan segera berakhir besok, dan karena dirinya, dunia akan kembali berguncang!” Raka berseru. Saat Raka berbicara, sorot mata yang berkobar-kobar terlihat di matanya, menyebabkan pria tua yang sombong itu tersungkur ke belakang menabrak bagian depan Mercedes-Benz, dengan keringat yang membasahi dahinya. Sementara itu, Aditya mengemudikan mobil pengantin dan melaju kencang di jalan yang padat. Aditya menggenggam sebuah kenari kecil di samping kemudi. Pikirannya berkelana kembali ke musim dingin yang penuh kelaparan dan kedinginan pada delapan belas tahun yang lalu. Ibunya dulu bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk keluarga Tripathi, salah satu keluarga terkaya di bagian utara. Aditya adalah buah dari kecelakaan yang terjadi saat mabuk di antara putra tertua keluarga Tripathi dengan ibunya. Namun karena status ibunya yang rendahan, keluarga Tripathi berusaha menjaga nama baik mereka dengan menyangkal bahwa dia dan ibunya memiliki hubungan darah dengan keluarga tersebut. Namun, rahasia selamanya tidak bisa dirahasiakan. Publik pertama kali mengetahui bahwa Aditya adalah anak haram keluarga Tripathi pada saat dirinya berusia enam tahun. Demi reputasi keluarga Tripathi, Aditya dan ibunya diusir dari keluarga dan bahkan tidak diizinkan tinggal di bagian utara. Keduanya kemudian mengembara ke Kota Dobo yang lembap dan sejuk pada musim dingin tahun itu. Hingga tubuh ibunya mulai terasa dingin, Aditya baru menyadari bahwa ibunya telah mati kedinginan di negeri asing. “Ambil jaket ini! Dan kenari ini akan memberikan kedamaian seumur hidupmu,” kata seorang gadis bermata besar yang mengenakan gelang kenari. Saat Aditya hampir mati kedinginan, gadis itu menyodorkan sebuah jaket dan kenari kecil kepadanya. Suara gadis itu terdengar sangat dingin. Namun, dia berbicara dengan kehangatan dalam setiap kalimatnya. Ajaibnya, dengan bantuan jaket dan keberuntungan dari kenari itu, Aditya mampu bertahan hidup di musim dingin yang sangat dingin dan penuh dengan kelaparan. Dia segera menemukan gadis yang mengenakan gelang kenari itu dan mulai mengejarnya setelah akhirnya berhasil membangun reputasinya. Selain itu, dia ingin menjadikannya istri terkaya dan paling bahagia di seluruh dunia setelah hari ini. Setengah jam kemudian, di sebuah ruangan yang didekorasi dengan sangat indah, seorang wanita berdiri di hadapan Aditya sambil memegang sebuah karangan bunga. Dia berdiri di hadapan kekasihnya, Malini Shankara, dan pengiring pengantin wanita, Ella Ayundhiya. “Malini, kupikir kita sudah sepakat dengan maskawin sebesar 3 miliar. Mengapa ada tambahan 4,5 miliar lagi?” Aditya bertanya, tatapannya tertuju pada kekasihnya yang sangat cantik dan mempesona, yang telah berganti pakaian dengan gaun pengantinnya. Namun, ekspresinya terlihat getir. Tepat sebelum ini, calon ibu mertuanya, Mendy, telah memberitahukan padanya bahwa dia hanya akan mengizinkan dirinya menikahi Malini jika dia bersedia memberikan tambahan 4,5 miliar untuk maskawin. Hal ini lantaran adik laki-laki Malini juga akan menikah pada bulan berikutnya. Namun, permintaan uang muka dari keluarga mempelai wanita untuk rumah pengantin baru sebesar 4,5 miliar. Selain itu, maskawin Aditya sebelumnya sebesar 3 miliar juga telah digunakan untuk membeli mobil. Mendy, yang tengah menguping di luar pintu, langsung mendorong pintu hingga terbuka dengan keras. “Aku tidak bermaksud untuk mempersulitmu, Aditya. Tapi kita sudah tidak punya banyak pilihan. Karena Malini hanya memiliki satu saudara laki-laki, bukankah sebaiknya kalian berdua ikut membantunya sebagai saudara perempuan dan saudara iparnya? Siapa lagi kalau bukan kalian berdua, kan?” Setelah memikirkan masalah itu, Aditya pun memberikan saran, “Aku mengerti. Tapi, uang 3 miliar itu satu-satunya yang kumiliki dari hasil tabunganku selama bertahun-tahun. Aku sudah memberikan semua yang kupunya. Akan sangat sulit bagiku untuk mendapatkan tambahan 4,5 miliar dalam waktu dekat. Mengapa tidak sebaiknya aku dan Malini menyelesaikan upacara pernikahan terlebih dahulu? Setelah hari ini, aku akan memberikan berapa pun yang kau inginkan sebagai maskawin.” Lima tahun akhirnya akan berakhir setelah tengah malam. Uang dan kekuasaan akan kembali ke tangan Aditya. 4,5 miliar bukanlah apa-apa baginya. Mendy sangat marah sambil meludah, “Hei, Tripathi. Apa kau pikir aku ini orang bodoh? Kau punya dua pilihan sekarang. Menelepon seseorang untuk memberikan maskawin sebesar 4,5 miliar itu, atau segera putuskan hubunganmu dengan putriku. Bagaimana aku bisa mempercayaimu untuk menjaga putriku jika kau bahkan tidak bisa memberikan uang 4,5 miliar?” Aditya segera menoleh ke arah kekasihnya. “Malini, para tamu sudah menunggu kita di hotel. Bagaimana pendapatmu mengenai hal ini?” “Aku akan mengikuti saran ibuku. Aku hanya punya satu saudara laki-laki. Jika bukan aku yang membantunya, siapa lagi? Kau adalah orang yang sangat kompeten. Jika kau bahkan tidak bisa mendapatkan 4,5 miliar di tanganmu, aku yakin akan lebih baik jika kita mengakhiri hubungan kita,” jawab Malini. Malini pun mengancam Aditya dengan mengatakan bahwa dirinya akan mengakhiri hubungan mereka. “Apakah kau benar-benar ingin mengakhiri hubungan kita?” Aditya bertanya, terlihat sangat marah. Setelah malam itu, dirinya akan dapat menjadikan Malini sebagai istri terkaya dan terkuat di dunia. Namun, dia memilih untuk mengakhiri hubungan mereka. “Mempercayai ucapan manismu dan berhubungan dengan pria tak berguna sepertimu adalah hal yang paling kusesali dalam hidupku,” katanya. Dengan sikap keras kepala, Malini berusaha sekuat tenaga untuk mempermalukan Aditya. Bella tidak tahan lagi untuk melihatnya. “Kalian berdua seharusnya, menurut pendapatku, melanjutkan upacara pernikahan di sana, Malini. Kita masih bisa membicarakan tentang uang muka adikmu yang tidak mencukupi nantinya.” Aditya menatap Bella dengan tatapan penuh syukur. Dia selalu berterima kasih kepada Bella. Aditya sadar bahwa, terlepas dari sikap Bella yang terlihat dingin dari luar, dia sebenarnya memiliki hati yang baik dan lembut. Tanpa bantuan rahasia dari Bella, dia mungkin tidak akan bisa dengan mudah memenangkan hati Malini. Bella mengangguk. Matanya menunjukkan simpati. Tatapan keduanya yang saling bertukar pandang tertangkap oleh mata Malini, membuatnya merasa sangat tidak senang. “Kenapa kau begitu sok, Bella? Bagaimana bisa kau memintaku untuk menikah dengan seorang pecundang yang bahkan tidak bisa memberiku uang 4,5 miliar? Sepertinya aku telah salah menilaimu. Aku akan mengembalikan gelang bodohmu. Kenapa bukan kau saja yang menikah dengannya kalau kau begitu mengasihani pecundang tak berguna ini,” semprot Malini. Dengan segera, dia melepaskan gelang kenari dari pergelangan tangannya dan melemparkannya kearah Bella. Aditya menatap Bella dengan tajam setelah menerima gelang kenari itu. “Kau memberinya gelang kenari ini? Kapan itu terjadi?” “Enam tahun yang lalu,” jawab Bella. Seperti biasa, jawabannya singkat. Namun, Aditya merasakan dengungan di kepalanya saat matanya mulai terbelalak. Pemilik gelang itu adalah Bella. Dia adalah gadis bermata besar dari delapan belas tahun yang lalu yang memberinya jaket dan kenari. Dia telah keliru mencintai Malini selama lima tahun! Aditya mendadak menawarkan buket di tangannya kepada Bella dan berkata, dengan penuh emosi, “Maukah kau menikah denganku, Bella? Selama kau menyetujuinya, aku bersumpah akan selalu menghargaimu, mencintaimu, dan menjagamu seumur hidupmu. Aku akan menjadikanmu wanita paling bahagia yang pernah ada!”