Bab 11 Menyingkap Identitas yang Sebenarnya
“Kemarilah, Aditya! Mari kita bersulang!” Pandu berseru dengan gembira. Dia begitu bersemangat menuangkan segelas anggur untuk Aditya saat makanan dihidangkan. Setelah mengangkat gelasnya, Pandu menenggak cairan bening itu. Gerakannya membuat Bella dan ibunya menatapnya dengan tatapan bingung. Beberapa saat sebelumnya, Pandu selalu memperlakukan Aditya seperti musuh bebuyutannya. Rasanya sangat membingungkan bagaimana hanya dalam waktu singkat, Aditya dan Pandu berhasil memperbaiki hubungan mereka. Pandu benar-benar terlihat seperti salah satu penggemar Aditya dilihat dari caranya memandang Aditya. Nina sudah tidak tahan lagi dan membanting garpunya ke atas meja, “Pandu Ayundhiya, apa yang sudah merasukimu? Mengapa kau bersikap begitu ramah padanya? Kau bahkan tidak bertingkah seperti orang seusiamu.” Dia memelototinya. Bella mengangguk-angguk sambil menyetujui perkataan ibunya. Pandu tampaknya menjadi lebih berani setelah dua gelas anggur. “Apa yang kalian berdua ketahui? Itu bukanlah urusan kalian. Jangan pedulikan para wanita, Aditya. Ayo kita minum!” Aditya hanya bisa ikut minum bersama Pandu yang terlihat begitu antusias. Seolah-olah tidak ada orang lain di sekeliling mereka, kedua pria itu berhasil menghabiskan dua botol anggur putih hanya dalam waktu satu jam. “Ayo kita minum lagi…” Pandu menghela napas dengan ekspresi bingung. Kemudian dia ambruk ke atas meja, tak sadarkan diri. Namun, Aditya sama sekali tidak terlihat seperti terpengaruh oleh alkohol. “Bajingan ini. Toleransi alkoholnya sangat rendah, tapi dia masih ingin bersikap sok kuat. Tolong bereskan mejanya, Ella. Aku akan membantu ayahmu ke kamar untuk beristirahat,” kata Nina sambil menopang Pandu menuju kamar mereka. Hanya Aditya dan Bella yang masih tinggal untuk membereskan meja. “Kau bisa tidur di kamarku malam ini.” Karena orang tuanya sudah masuk ke kamar, Bella akhirnya memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Aditya tentang rencana pengaturan tidurnya. Namun, saat berbicara, wajahnya berubah menjadi semerah tomat. Sungguh sangat cantik! Aditya sampai termenung. Bella tahu bahwa ibunya akan curiga jika pernikahan mereka palsu. Karena takut Nina tiba-tiba menerobos masuk ke kamar mereka, Bella tidak berani membiarkan Aditya untuk tidur di lantai. Sebagai gantinya, dia meletakkan selimut di antara mereka ketika mereka tidur. Jantung Bella berdegup kencang, karena mereka hanya berdua di dalam kamar dan saling berbagi tempat tidur. Aditya sudah minum banyak alkohol, dan ini membuat Bella menjadi gugup. Dia sama sekali tidak berani memejamkan mata. Dengan lampu yang masih menyala, Bella menggunakan selimut lain untuk menutupi seluruh tubuhnya. Hanya kepalanya yang terlihat. Isabelle hanya bisa sedikit rileks ketika Aditya sudah tidak bergerak selama setengah jam. Dia pun berbalik menatapnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. “Apa yang kau bicarakan dengan Ayah sebelum makan malam? Mengapa sikapnya terhadapmu berubah sangat drastis?” tanyanya. “Aku tidak banyak bicara. Aku hanya mengatakan kepadanya bahwa aku pernah menjadi tentara,” jawab Aditya dengan santai. Bella langsung mengerti. “Oh, begitu. Ayah selalu mengagumi para tentara, terutama Dewa Perang bernama Aditya. Baiklah, ayah dengar kau pernah pergi ke medan perang. Apa kau berhasil melihat Dewa Perang yang maha perkasa itu? Begitu topik pembicaraan melibatkan Aditya, sang Dewa Perang, mata Bella berbinar-binar penuh kekaguman. Jelas sekali bahwa dia memang seorang penggemar. “Aku pernah melihatnya,” jawab Aditya dengan tatapan tidak percaya. Ternyata dia adalah salah satu penggemarnya. Apakah dia akan menyingkirkan selimut di antara kami jika kukatakan identitasku sekarang? “Kau pernah bertemu dengannya? Seperti apa penampilannya? Apakah dia seorang pria yang tinggi dan perkasa yang mampu mengalahkan jutaan musuh hanya dengan satu gerakan?” Bella bertanya dengan tatapan penuh semangat sambil duduk dengan gembira. Dia selalu ingin memiliki sebuah foto Dewa Perang, tetapi pria itu sangat misterius. Dia tidak pernah sekalipun memperlihatkan wajahnya. Dewa Perang bahkan mengenakan topeng kupu-kupu di medan perang. “Mengalahkan jutaan orang hanya dengan satu gerakan? Memangnya aku sekuat itu? Bagaimana bisa aku tidak tahu?” Aditya bergumam pada dirinya sendiri saking kagetnya. Bella sama sekali tidak dapat memahami ucapannya. “Apa yang kau katakan?” tanyanya dengan tatapan bingung. “Aku mengatakan bahwa aku adalah Dewa Perang. Apa kau pikir aku sehebat itu?” Aditya menjawab sambil menatap Bella. Dia mengedipkan matanya, bertanya-tanya apakah Bella akan menunjukkan ekspresi terkejut yang sama seperti ayahnya. Namun, ketika Bella mendengar perkataannya, ekspresinya berubah menjadi marah. “Apakah kau mengatakan itu pada ayahku? Bahwa kau adalah Dewa Perang yang membuat dunia terguncang?” Aditya menatap Bella dengan bingung. Reaksinya sama sekali tidak seperti yang diharapkannya. Terlepas dari itu, dia tetap menjawab dengan jujur, “Ya. Aku sudah mengatakan yang sebenarnya pada ayahmu saat dia menanyakan identitasku.” Bella membelalakkan matanya karena terkejut. “B-Bagaimana kau bisa membuat ayahku percaya dengan kebohonganmu yang sangat memalukan itu?” Dia memiliki ekspresi tidak percaya di wajahnya. “Kebohongan yang keterlaluan? Buat apa aku berbohong?” Aditya menatapnya dengan ekspresi frustrasi. Setelah sekian lama, Bella berpikir bahwa dia telah berbohong kepada dirinya dan ayahnya. “Tunggu dulu. Meskipun kau memiliki nama yang sama dengan Dewa Perang, tolong jangan mencemarkan namanya seperti ini.” Bella memelototi Aditya dengan hina. “Akan lebih baik jika kau mengatakan yang sebenarnya. Tidak ada yang akan menghakimi dirimu jika kau tidak pernah melihatnya sebelumnya, karena Dewa Perang selalu menjadi orang yang misterius. Namun, sangat memuakkan jika kau berpura-pura menjadi dirinya!” Dada Bella semakin berdebar-debar karena amarahnya. Dia berbalik dan menarik selimut di atas kepalanya. Dia sama sekali tidak ingin mendengarkan omong kosong Aditya lagi. Semuanya menjadi masuk akal baginya sekarang. Itu karena Aditya telah berpura-pura menjadi Dewa Perang sehingga dia berhasil mengelabui Pandu untuk memberinya uang dan bersikap ramah padanya. Sungguh sangat menjijikkan! Ketertarikan apa pun yang dimiliki Bella terhadap Aditya langsung hancur berkeping-keping. Karena kemarahannya, dia bahkan lupa untuk bersikap waspada. Aditya, sang Dewa Perang, adalah pahlawan di hatinya. Dia adalah idolanya dan pria idamannya. Dewa Perang yang misterius itu sangat berbeda dengan pria yang ada di depanku! “A…” Aditya sampai tidak bisa berkata-kata. Sejak kapan aku menghina Dewa Perang? Dia sangat frustrasi melihat bagaimana Bella bersembunyi di balik selimut dengan perasaan jijik. Dia bahkan tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan tentang dirinya. Aku benar-benar tidak percaya bahwa akan ada orang yang tidak akan mempercayaiku! Bella baru bisa tertidur setelah marah-marah selama berjam-jam. Karena dia tidak bisa tidur nyenyak selama dua hari terakhir, dia akhirnya berbalik dan memeluk Aditya seolah-olah dia adalah boneka kesayangannya. Langit yang tadinya gelap segera berubah menjadi cerah. Tepat saat sinar pertama matahari terbit masuk ke dalam ruangan, sebuah teriakan yang menusuk telinga terdengar. “Aditya, dasar kau bajingan!” Bella terbangun dengan Aditya yang bertelanjang dada sedang tidur di tempat tidurnya. Selain itu, baju tidurnya sendiri juga berantakan. Tiga kancing teratas pada kemejanya telah tersingkap, memperlihatkan kulitnya yang putih dan indah. Yang lebih penting lagi, dia tidur dengan nyenyak di atas dada Aditya. “K-Kenapa kau melepas pakaianmu?” Bella bertanya setelah jeda yang cukup lama. Bella menyadari bahwa dirinyalah yang telah melewati batas. “Aku merasa panas setelah minum dengan ayahmu semalam. Itu sebabnya aku melepasnya. Kaulah yang tiba-tiba memelukku di tengah malam. Itu sama sekali tidak ada hubungannya denganku. Dan juga, kenapa kau berteriak begitu keras? Bagaimana jika orang tuamu sampai salah paham?” Aditya menjawab dengan tatapan polos. Di sisi lain, di dalam hati, dia sangat gembira. Tepat setelah dia selesai berbicara, Nina mengetuk pintu.