Bab 27 Bos yang Gagap
Setelah Miko mengenakan kembali kacamatanya, dia pun menyadari bahwa pemuda yang tiba- tiba menerobos masuk ke dalam ruang konferensi itu dipanggil dengan nama “Tuan Tripathi”
oleh Kris.
Dia sangat terkejut sampai–sampai dia hampir terjatuh dari kursi.
Dia merupakan orang besar yang bahkan Kris pun harus berlutut dan membungkuk di hadapannya. Kekuasaan seperti apa yang dimilikinya sehingga membuat orang dengan kepribadian pemberontak seperti Kris tunduk padanya?
Bos Media Prakarsa, Miko, sama sekali tidak berani memikirkan lebih jauh lagi.
Saat melihat perbuatan Geri dari bagian manajemen proyek, jantung Miko hampir melompat keluar dari tenggorokkannya.
Dia bergegas maju ke depan untuk menghentikan Geri.
Adegan Kris yang menghantamkan kepalanya ke lantai hingga berlumuran darah sehari sebelumnya masih membekas di kepala Miko.
Miko selalu gagap ketika sedang dikuasai emosinya
Kebiasaan lama sang bos muncul lagi. Banyak orang, termasuk Geri, mengira bahwa intervensi Aditya yang mendadak membuat Miko marah saat mereka melihat Miko tiba–tiba tersandung.
Geri buru–buru menghampiri Miko dengan senyum lebar dan berkata, “Orang ini memang biadab dan kejam, tapi otaknya juga mengalami gangguan, Tuan Wardana. Aku akan menyuruh seseorang untuk segera mengusirnya.”
Saat Geri selesai berbicara, Miko langsung mendaratkan sebuah tamparan keras ke wajahnya
tanpa ragu–ragu.
Plak! Suara tamparan itu bergema di seluruh ruang konferensi.
Saat Miko menampar Geri dengan keras di wajahnya, wajah Geri langsung membengkak dengan kecepatan yang tampak dengan mata telanjang, seperti sebuah balon.
Seluruh ruang konferensi langsung terdiam.
“A–Apa kau sudah gila untuk mengusirnya? Kalian semua, keluar dari ruang konferensi sekarang!” Miko kembali tergagap saat dia meneriaki Geri, Aldi Bramanty, sang manajer, dan yang lainnya di ruang konferensi.
Kecuali Aditya, semua orang diusir dari ruang konferensi.
Fakta bahwa Miko mampu mengubah Media Prakarsa menjadi salah satu dari tiga perusahaan teratas dalam industri periklanan Kota Dobo menunjukkan bahwa dia adalah orang yang sangat tangguh.
Aku yakin ada alasan di balik keputusan Tuan Tripathi untuk bekerja sebagai karyawan biasa di perusahaan kecilku.
Memikirkan hal itu, Miko sama sekali tidak berani mengungkap identitas Aditya di depan banyak.
orang.
Selain itu, dia akan hancur jika merusak rencana Aditya.
Miko tergagap, “Tuan T–Tripathi, ini merupakan kesalahanku karena masih tidak bisa mengenali dirimu. Sebelumnya aku tidak mengetahui identitasmu, jadi…”
Miko ingin menjelaskan situasinya kepada Aditya. Namun, karena dia terlalu gugup, kebiasaannya yang berbicara terbata–bata menjadi semakin parah. Oleh karena itu, Miko sulit menyelesaikan kalimatnya bahkan setelah beberapa lama.
Setelah menyadari bahwa Miko mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kalimatnya, Aditya menyela dan bertanya dengan bingung, “Tunggu! Berhenti! Bagaimana kau tahu tentang identitasku?”
“Kemarin, aku melihatmu di luar Hotel N–Nirwana dan aku beruntung bisa melihat sekilas dari kekuasaanmu,” jawab Miko.
Setelah menyelesaikan kalimatnya, kacamatanya dibasahi oleh keringat yang menetes dari dahinya.
“Aku mengerti. Jangan bicara lagi. Sangat melelahkin mendengar dirimu berbicara. Sebagai gantinya, biarkan aku yang bicara. Aku bekerja di perusahaanmu karena aku ingin tetap bersikap rendah hati. Jangan ungkapkan identitas diriku pada siapa pun, mengerti?” Aditya memerintahkan.
Takut Miko akan mempertanyakan mengapa Aditya memilih untuk menyembunyikan identitasnya selama bekerja di sana selama beberapa tahun terakhir, Aditya memberikan alasan sederhana untuk membungkam mulut Miko.
Aditya tahu bahwa bosnya memiliki kebiasaan gagap. Namun, dia sama sekali tidak menyangka bahwa kondisi Miko bertambah parah.
“Mengerti, Tuan Tripathi!” Miko buru–buru menjawab. Setelah menjawab, Miko ingin segera meneguk minumannya untuk meredakan rasa gugup di hatinya.
Selagi Miko merasa gugup, cangkir itu tergelincir dari tangannya dan terjatuh ke lantai. Kopi di dalam cangkir menodai pakaiannya.
Dia dengan segera membungkuk untuk memungut cangkir itu dari lantai, hanya untuk
mengalami memar di dahinya ketika dia secara tidak sengaja membenturkan kepalanya ke meja.
Setelah merasakan kegelisahan Miko, Aditya menjelaskan, “Kau tidak perlu gugup. Aku tidak akan memakanmu hidup–hidup. Masalahnya kali ini adalah Tuan Ginanjar telah memecat diriku tanpa alasan…”