Bab 7 Satu-satunya Kartu yang Dapat Digunakan
Saat Aditya sedang menunggu Bella di rumah, dia mendapatkan sebuah kiriman video dari Raka. “Keluarga Ayundhiya sudah kelewatan!” Aditya berteriak dengan penuh amarah setelah menonton video tersebut. Video yang dikirim oleh Raka berisi adegan Bella dan keluarganya yang terdiri dari tiga orang sedang berdiri di depan kediaman Ayundhiya sementara mereka dipermalukan oleh kepala pelayan. Kemudian, hal tersebut berujung menjadi sebuah pertengkaran. Ketika Aditya menyadari bahwa Bella sebenarnya adalah gadis yang telah dicarinya selama ini, dia lalu menyuruh Raka untuk melindunginya secara diam-diam. “Raka, aku memberimu dua misi sekarang. Belilah Perusahaan Ayundhiya dalam waktu dua hari. Kemudian, pada hari ulang tahun Ella, aku akan menghadiahkan perusahaan itu sebagai hadiah ulang tahun. Setelah itu, berilah pelajaran yang pantas untuk si tua bangka itu, Petra, pelajaran yang sepantasnya.” Membuat istriku meminta maaf padanya seperti itu? Aku adalah Dewa Perang! Keluarga Leonard pasti tidak akan pernah bisa menghadapinya! Aditya langsung bergegas ke kediaman Leonard tepat pada waktunya untuk melihat Bella dan keluarganya keluar dari kediaman dengan ekspresi kecewa di wajah mereka. Tampaknya pengurus rumah tangga adalah satu-satunya orang yang terlihat. “Ella, apakah kau baik-baik saja?” Saat dilihatnya raut kelelahan di wajah Bella, Aditya merasakan sebuah tusukan yang menyakitkan di dadanya. “Kau benar-benar punya nyali untuk datang kesini! Ini semua adalah salahmu, dasar pecundang! Kami semua diusir hingga keluar gerbang, dan hidup Ella telah hancur karenamu. Apa kau senang sekarang?” Nina menunjuk ke hidung Aditya sambil berteriak padanya. “Maafkan aku. Beri aku waktu dua hari. Aku berjanji akan memberikan sebuah hasil yang memuaskan.” Ekspresi bersalah tampak di mata Aditya. Memang, dirinya telah bertindak ceroboh. Dia sama sekali tidak menyangka lelaki tua itu begitu kejam hingga tega membuang putranya hanya demi harga diri keluarga Ayundhiya. Jawaban Aditya membuat orang tua Bella merasa bahwa Aditya kembali membual, sehingga mereka memandangnya dengan tatapan penuh hinaan dan ketidakpuasan. “Permintaan maafmu sama sekali tidak ada artinya. Kau bahkan tidak mampu membayar maskawin sebesar 4,5 miliar, jadi hasil seperti apa yang bisa kau janjikan? Apa yang membuatmu berpikir bahwa kau bisa menjanjikan sesuatu pada kami?” Nina mengerutkan keningnya sambil mengumpat pada Aditya. Dia bahkan ingin sekali rasanya menampar dirinya saat itu juga. “Ibu, berhentilah menyalahkan Aditya. Akulah yang harus disalahkan karena aku sudah terlalu keras kepala. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan orang lain.” Bella berdiri di hadapan Aditya sambil menjelaskan berbagai hal kepadanya. Ketika Nina melihat bagaimana putrinya melindunginya, dia nyaris mengalami kejang karena amarahnya. Dengan jarinya, dia menunjuk kepala putrinya sambil membentak, “Sekarang ini kita sudah berada dalam keadaan sulit, tapi kau masih saja berdiri di sisi pembual ini? Apakah kau mencoba membuatku marah hingga aku mati?” “Berhentilah bertengkar. Keluarga Leonard sedang tidak ada di rumah, jadi ayo kita pulang dulu. Pergi ke pasar dan belilah ayam utuh. Ella memerlukan nutrisi.” Ketika Pandu melihat bahwa mereka akan melanjutkan pertengkaran, dia dengan tegas menghentikan mereka. Setelah mendengar peringatannya, Nina teringat bahwa putrinya saat ini sedang hamil. Oleh karena itu, dia pun menarik napas dalam-dalam untuk meredam amarahnya. “Kembalilah ke rumah dulu. Aku akan pergi ke pasar.” Nina khawatir bahwa dia akan lepas kendali terhadap Aditya lagi, jadi tepat setelah dia mengatakan itu, dia memanggil taksi untuk pergi ke pasar. “Ayo kita pergi juga.” Ada ekspresi sedih di wajah Aditya saat dia merangkul Bella sambil mengusap-usap bahunya untuk menghiburnya. Karena ayahnya ada di sana, Bella khawatir bahwa semuanya akan terbongkar, jadi dia hanya bisa membiarkan Aditya terus melakukan apa yang dilakukannya. Di pasar, Nina menyadari bahwa dia kehabisan uang di dompet digitalnya, dan kartu banknya juga telah terblokir. “Pria tua itu terlalu kejam! Apakah dia mencoba menggiring kami menuju lubang kematian?” Nina sangat frustrasi sampai-sampai dia mengatupkan giginya. “Nyonya, kita sudah berada di pasar. Totalnya 68 dolar. Tolong bayar.” Sopirnya terdengar agak tidak senang ketika dia mengingatkan Nina untuk segera membayar. “Tuan, aku tidak punya uang di dompet digitalku, dan aku tidak membawa uang tunai. Aku akan pergi ke ATM di depan untuk mengambil uang tunai untuk membayar tagihanmu.” Nina merasa malu. Ada beberapa kartu lain di dalam dompetnya, dan dia berharap kartu-kartu itu tidak dibekukan juga. “Benar-benar menyebalkan. Cepatlah pergi! Aku harus pergi ke pelangganku yang berikutnya!” Sopir itu terdengar semakin tidak senang sekarang. Sikap sang sopir memang buruk, tetapi dia memang membuang-buang waktu, jadi dia menekan rasa frustasi di dalam dirinya sebelum keluar dari mobil untuk mengantre di ATM untuk menarik uang tunai. Sopir itu khawatir wanita itu akan melarikan diri, jadi dia keluar dari mobil juga untuk mengikutinya. Ada lebih banyak orang yang mengantre di ATM, jadi Nina langsung menuju ke konter untuk melakukan penarikan. “Halo. Bisakah kau membantuku untuk mengecek apakah aku bisa melakukan penarikan dengan kartu-kartu ini.” Nina memberikan sekitar enam kartu sekaligus kepada petugas. Dengan adanya sistem pembayaran online, peran bank sangat terdampak, sehingga sikap pelayanan staf tampaknya telah meningkat dengan pesat. Staf dengan sopan menerima kartu-kartu Nina dan menguji semuanya. Ternyata, lima kartu pertama yang diterima semuanya telah terblokir. Ketika staf tersebut mengamati kartu terakhir, yang berwarna rose gold, dia hampir tersentak kaget. Dia telah bekerja di bank selama bertahun-tahun, namun ini adalah pertama kalinya dia melihat kartu edisi terbatas yang dikeluarkan oleh bank internasional. Hanya ada sembilan puluh sembilan kartu rose gold seperti ini, dan pada dasarnya, semuanya ada di tangan para bangsawan. Itu adalah simbol sebuah status, jadi orang biasa bahkan tidak bisa mengajukan permohonan untuk mendapatkannya meskipun mereka sangat kaya. Di dalam kartu yang ada di depan matanya, terdapat saldo sebesar 100 juta dalam mata uang Dolar. “Nyonya, hanya kartu terakhir dari semua kartu milikmu yang bisa digunakan. Bolehkah aku bertanya berapa banyak yang ingin kau tarik?” Staf tersebut terlihat kaget ketika menanyakan pertanyaan itu kepada Nina. Dia bertanya-tanya tentang status wanita ini karena dia terkesan biasa saja, namun dia memegang kartu rose gold. “Aku akan menarik seluruh uangnya.” Nina sama sekali tidak memperhatikan warna kartu ini. Dia ingin mencegah Randi membekukan kartu ini juga, jadi dia langsung menyuruh staf untuk menarik semuanya. “Nyonya, apakah kau yakin ingin menarik semuanya? Jumlahnya terlalu besar, dan kami tidak memiliki uang tunai sebanyak itu di cabang kami. Karena jumlahnya terlalu besar, akan membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan jika kami harus mentransfer uang tunai dari cabang lain.” Kata-kata Nina sangat mengejutkan staf tersebut sehingga dia menjadi terbata-bata saat berbicara. “Cabangmu menyimpan terlalu sedikit uang tunai. Kau harus mentransfer uang tunai dari cabang lain hanya untuk jumlah yang sedikit ini?” Nina sedang dalam suasana hati yang buruk, jadi dia pun mengeluhkan hal itu dengan pelan. Seingatnya, saldo di setiap kartunya paling banyak 4,5 miliar. Tentunya, tidak mungkin kan kalau cabang tersebut tidak memiliki uang tunai sebesar 4,5 miliar? Namun, keluhan Nina membuat staf itu tercengang. Ada 100 juta dalam mata uang Dolar di sini, yang setara dengan 1,5 triliun dalam mata uang lokal, tapi itu hanya jumlah yang kecil untuk wanita ini? “Baiklah. Jika kau tidak punya uang tunai sebanyak itu, maka aku akan mengeluarkan sekitar seribu untuk saat ini!” Ketika dia ingat bahwa sopirnya sedang terburu-buru, dia hanya bisa menarik seribu terlebih dahulu untuk membayar biaya taksi. Kata-kata Nina membuat stafnya bernapas lega. Awalnya dia mengira bahwa sikap pelayanannya tidak cukup baik, jadi itu sebabnya Nina berusaha mempersulitnya. “Baiklah, Nyonya. Silakan masukkan kata sandinya.” Nina sudah menyamakan untuk semua kata sandi kartu banknya, jadi dia memasukkan kata sandi itu tanpa berpikir panjang. Tanpa diduga, sebuah pesan yang menunjukkan bahwa kata sandi yang dimasukkan ternyata salah. Bahkan setelah memasukkan kata sandi hingga dua kali, dia masih mendapatkan hasil yang sama. Sekarang, Nina mulai gelisah. Jika dia memasukkan kata sandi yang salah sekali lagi, kartunya akan terblokir. Ini adalah kartu terakhirnya, jadi jika kartu itu sampai terblokir, dia bahkan tidak tahu apakah dia bisa membukanya dengan keadaannya saat ini. Dia berbalik, hanya untuk mendapati tatapan yang diberikan oleh sang supir, yang jelas-jelas menyuruhnya untuk segera bergegas. Oleh karena itu, dia tidak punya pilihan selain sekali lagi mencobanya. Meskipun demikian, hasilnya persis seperti yang diharapkan. Tentunya, wanita ini tidak menggunakan kartu curian? Staf telah mengawasi setiap gerak-gerik Nina, sehingga pikiran mencurigakan muncul dalam benaknya. “Nyonya, tolong tunjukkan kartu identitasmu.” Staf tersebut meminta kartu identitas Nina, wajahnya terlihat tanpa ekspresi saat mengatakan hal itu. Awalnya Nina mengira bahwa staf tersebut menginginkan kartu identitasnya agar dia dapat membantunya untuk membukanya. Oleh karena itu, dia menyerahkan kartu identitasnya tanpa berpikir panjang. Setelah staf memeriksa informasi di kartu tersebut, dia segera memanggil petugas keamanan.