Bab 15 Tapi Kamu Tidak Tahu Batasannya
Wajah Shinta terlihat sangat tidak percaya. Kurang dari satu detik, Shinta sudah tercebur ke dalam kolam tersebut. Lydia melihat Shinta yang terjatuh ke dalam kolam, lalu menepuk lengannya yang tadi dicengkram oleh Shinta. Selanjutnya, dia pun bertukar pandang dengan Adam yang memperhatikannya dan berjalan masuk kembali setelah memalingkan wajahnya. Violin yang datang untuk mencari Shinta segera maju setelah melihat adegan tersebut. Wanita itu menghalangi Lydia dan berkata, “Berhenti kamu!” “Tolong! Tolong! Ada orang yang tenggelam! Tolong!” Violin menghentikan Lydia dan berteriak seperti Lydia adalah seorang pembunuh. Mendengar teriakan Violin, semua orang yang ada di jamuan itu langsung menoleh ke arah mereka. Banyak yang berlari keluar, lalu melihat Lydia yang ditahan dan Shinta yang berada di dalam kolam renang. Banyak di antara mereka yang sudah membayangkan sebuah cerita. Shinta dibantu oleh temannya memanjat keluar dari kolam renang dan melihat Lydia yang sudah ditahan oleh Violin. Ketika dia ingin mengatakan sesuatu, Adam sudah berjalan maju. Shinta pun mengatupkan bibirnya dan tidak mengatakan apa pun. Dia yang basah kuyup berjalan ke depan Lydia, lalu meminta penjelasan Lydia dengan ekspresi sedih sekaligus tidak paham, “Uhuk uhuk, Nona Lydia, aku bertanya-tanya apakah aku pernah melakukan hal yang sudah merugikanmu? Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?” Lydia memperhatikan Shinta yang ada di hadapannya. Shinta yang baru keluar dari kolam renang terlihat sangat menyedihkan. Penampilannya ini sangat sesuai dengan ekspresi memelas yang ada di wajahnya sekarang. Para penonton jadi lebih semakin iba padanya. Orang-orang yang ada di sekitar mulai berdiskusi. Violin bertindak seperti seorang pembela kebenaran dan berkata, “Kamu jangan menyangkal lagi! Tadi aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Kamu mendorong Kak Shinta masuk ke dalam kolam.” Setelah mengatakannya dengan geram, tatapan Violin diarahkan ke Adam. Dia seperti teringat pada sesuatu dan berkata, “Oh ya! Kakakku berdiri di dekat jendela. Dia berdiri tidak jauh dariku. Dia pasti juga sudah melihatnya.” Begitu Violin mengatakannya, banyak orang yang kemudian mengalihkan tatapan mereka ke arah Adam. Adam memang sudah menyaksikan adegan tadi dengan jelas. Akan tetapi, dia juga tidak bermaksud untuk ikut campur dalam urusan ini. Lalu sekarang, Violin malah menariknya masuk di hadapan begitu banyak orang. Adam jadi kaget. Ekspresinya terlihat agak dingin. “Adam ….” Shinta yang dipapah oleh temannya tiba-tiba bersuara. Suaranya seperti suara seorang wanita yang sudah berhasil menemukan sosok yang akan membantunya untuk menegakkan keadilan. “Adam, kamu juga sudah melihatnya, ‘kan? Aku benar-benar tidak melakukan apa pun pada Nona Lydia ….” Begitu Shinta menyelesaikan perkataannya, air matanya langsung mengalir keluar dari matanya. Orang-orang yang ada di sekitar membuat kesimpulan kalau kedua musuh cinta ini bertemu kembali. Lydia, sang mantan istri tidak rela melepaskan pacar mantan suaminya. Jadi, dia pun membuat siasat untuk mencelakainya. Shinta menatap Adam dengan tatapan memelas. Sorot matanya terlihat sangat sedih dan seperti ada banyak hal yang ingin diutarakannya. Melihatnya, Lydia sampai merasa sangat kagum. “Maaf! Aku sama sekali tidak melihatnya.” Adam menjawabnya dengan ekspresi yang sangat dingin. Adam melihat ke arah Shinta, lalu ke arah Lydia yang dari tadi tidak mengatakan apa pun. Shinta sampai tersentak kaget. Ucapan Adam sangat dingin dan tidak berperasaan. Atmosfer di sana berubah menjadi menegangkan. Violin tidak terima dan protes, “Kak Shinta, aku sudah melihatnya. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau wanita ini menendangmu masuk ke dalam kolam.” Violin menunjuk Lydia seperti memiliki kebencian yang sangat besar untuk Lydia. Karena sudah menonton akting mereka cukup lama, Lydia pun tidak ingin menghabiskan waktunya lagi. Dia mengangkat alisnya, lalu tersenyum ringan dan berkata, “Aku memang sudah menendangnya masuk ke dalam kolam.” Ketika Lydia mengatakannya, matanya tersenyum seperti tidak menyesal sedikit pun. Namun, wajahnya itu memang sangat cantik. Alhasil, meskipun kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar sangat kurang ajar, tidak ada yang merasa jijik dengannya. Sambil mengatakannya, Lydia menoleh ke arah Shinta dan berkata, “Apakah Nona Shinta ingin tahu kenapa aku melakukannya?” Respons yang diberikan Lydia membuat Shinta sangat terperangah. Bukankah seharusnya Lydia menyangkalnya atau setidaknya berdalih menolak tuduhan itu. Dia tidak seharusnya mengakuinya begitu saja, bukan? Kenapa Lydia langsung mengaku kalau dia sudah sengaja menendangnya hingga tercebur ke dalam kolam? Bukan hanya Shinta. Violin juga sangat terperangah dengan reaksi Lydia. Setelah puas menikmati ekspresi kaget di wajah semua orang, dia pun membungkuk dan berkata pelan di telinga Shinta, “Karena aku sangat tidak menyukai lalat yang tidak henti-hentinya berdengung di telingaku. Sudah kubilang, aku dan Adam sudah bercerai. Kami tidak akan ikut campur dengan kehidupan masing-masing. Tujuanmu adalah Adam, tidak seharusnya kamu meletakkan fokusmu padaku. Tapi kamu tidak tahu batasan dan selalu datang untuk mengusikku.” “Kalau seperti itu, jangan salahkan aku tidak bersikap sungkan padamu!” Lydia mendengus dingin, lalu menegakkan tubuhnya. Senyuman yang ada di wajahnya juga ikut memudar. Wajahnya yang dingin tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Suara Lydia tidak keras dan tidak kecil. Orang-orang yang ada di sekitarnya bisa mendengarnya dengan jelas. Setelah selesai mengatakannya, Lydia langsung berbalik dan pergi dari tempat itu tanpa melihat ke arah Adam. Violin bermaksud untuk menghentikannya. Akan tetapi, begitu melihat ekspresi Lydia, ketegasan Lydia langsung menahannya. Ini kali pertama Violin tidak berani mengatakan apa pun. Tubuh indah itu perlahan-lahan bergerak menjauh. Sementara itu, kerutan di dahi Adam malah terlihat semakin dalam. Kenapa Lydia tidak seperti Lydia yang dikenalnya? Bukankah wanita ini sangat mencintainya? Kenapa baru bercerai tiga bulan lebih, wanita itu bisa dengan tenang menarik batasan yang sangat jelas di antara mereka berdua. Atau mungkin, cinta yang dimaksudnya selama ini hanya pura-pura dan merupakan sebuah kebohongan? Aldi berdecak ringan. Setelah melihat Shinta, dia pun mengalihkan tatapannya ke arah Adam dengan penuh arti, lalu berkata, “Adam, tiba-tiba saja aku merasa mantan istrimu ini lumayan asyik juga.” Ekspresi wajah Adam berubah sangat masam ketika berkata, “Ada apa? Apa kamu juga ingin bergabung dengan para selebritas muda yang mengejarnya?” Aldi menyentuh dagunya dan menjawab, “Secara finansial aku terbilang mapan. Wajahku juga lumayan tampan. Lalu tubuhku juga lumayan. Kalau dipikirkan baik-baik. Masih ada kemungkinan.” Setelah Aldi menyelesaikan perkataannya, wajah Adam terlihat semakin masam. Aldi tertawa. Setelah itu, dia berhenti dan menyenggol pundak Adam sambil bertanya, “Ada apa? Apa kamu menyesal sudah bercerai dengannya?” Adam melihatnya dengan tatapan dingin dan berkata, “Aku menyesal berkenalan denganmu.” ‘Benar-benar pintar bicara omong kosong.’ Setelah melontarkan ucapan itu, Adam pun meninggalkan tempat itu. Melihatnya, Shinta ingin mengatakan sesuatu untuk menghentikannya. Mulutnya menganga, tapi dia tidak tahu harus menggunakan dalih apa untuk menahan Adam. Tadi, ketika Adam mengatakan kalau dia tidak melihatnya, orang-orang di sana sudah mentertawakan Shinta. Apalagi, setelah semua orang mendengar ucapan Lydia yang sangat mempermalukannya. Sekarang, suasana di tempat itu terasa sangat canggung. Setelah berbicara, Adam juga tidak tetap tinggal di sana. Shinta berakhir menjadi lelucon. “Di sini agak dingin. Aku ingin masuk untuk ganti baju!” Shinta tersenyum sejenak seperti tidak pernah terjadi apa pun, lalu menunduk pergi meninggalkan teman-temannya.