Bab 19 Adam, Apa Kamu Sedang Bermimpi?
Setengah jam kemudian, mobil itu berhenti di Restoran Lakeside.
Sebelum berangkat, Lydia sudah memesan sebuah tempat. Hanya dengan memberi tahu namanya, pelayan pun mengantarkan mereka ke tempat yang berada di dekat jendela.
Akan tetapi, situasinya agak tragis. Sebelum mereka sempat duduk, mereka malah melihat Adam dan Shinta yang duduk di tempat. yang agak jauh.
Kejadian satu bulan yang lalu masih sangat segar di dalam ingatan mereka. Mengingat Shinta sengaja membawa nenek lampir untuk mencari gara–gara dengan Lydia, Benita sudah menggulung lengan bajunya dan bersiap–siap untuk pertempuran berikutnya.
Sebelum Benita sempat mengatakan apa pun, Lydia sudah menahannya dan berkata, “Kamu tidak jadi makan?”
Mata indah Lydia menyapu wajah Benita. Mulut Benita menganga sebelum dia kembali duduk dengan tenang.
‘Sudahlah! Anggap saja aku tidak melihat pasangan itu!‘
Begitu melihat buku menu di restoran itu, Benita sudah lupa siapa yang sedang duduk di belakang mereka. Dia melirik Lydia dengan tatapan sedih saat mengatakan, “Lydia, kamu tidak begitu tega hanya membiarkanku makan sayuran dan minum air putih, bukan?”
Lydia menyeruput teh hangat dan membalas, “Pesanlah! Tapi kamu
jangan beri tahu Kak Isna kalau aku yang bayar.”
“Tenang saja! Aku tidak akan mengkhianatimu.”
Lydia tidak akan membiarkan Benita kelaparan. Selanjutnya, Lydia lantas menyodorkan buku menu pada Franky yang berada di depannya dan berkata, “Kamu mau makan apa pesan saja! Jangan sungkan–sungkan!”
Perangai Benita membuatnya lebih mudah berbaur dengan siapa saja. Sedangkan Franky sangat dingin dan tidak banyak bicara. Akan tetapi, karena ada Lydia di sana, mulut Benita pun tidak berhenti berkoar–koar menceritakan tentang pengalaman–pengalamannya saat syuting iklan. Suasana di meja itu terasa sangat harmonis.
Hanya saja, kalau dibandingkan dengan situasi di meja Lydia, meja Adam dan Shinta terasa sangat kaku dan dingin.
“Adam?”
Sejak mereka duduk sampai sekarang, Adam sama sekali tidak terlihat senang bersama dengan Shinta. Tadi ketika dia melihat Lydia, Shinta pikir dirinya sudah menang.
Namun, Adam hanya menyapu wajahnya dengan ekspresi dingin. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Sepasang matanya terlihat sangat tidak sabar saat bertanya, “Di mana Pak Emir?”
Wajah Shinta berubah tegang dan menjawab, “Ayahku sedang berada di jalan. Tadi ada sedikit halangan. Sebentar lagi dia juga
tiba.”
Adam langsung bangkit dan berkata, “Kalau begitu, kita bicarakan
lagi setelah Pak Emir punya waktu.”
Shinta kewalahan dan berkata, “Adam ….”
Baru berjalan dua langkah, Adam menghentikan langkahnya. Kegembiraan yang terlihat di wajah Shinta sangat kontras dengan ucapan peringatan yang Adam katakan selanjutnya, “Hubungan kita tidak begitu dekat. Lain kali, panggil aku dengan sebutan Pak Adam atau Tuan Adam.”
“Puhahahaha …”
Benita tidak tahan dan langsung tertawa terbahak–bahak.
Lydia mendelik ke arahnya dan memperingatinya untuk tidak bersikap lancang. Tidak seperti Shinta, Adam bukan orang yang gampang diusik. Lebih baik mereka diam dan tidak mengatakan apa
pun.
Benita segera menghentikan tawanya setelah dilirik oleh Lydia, lalu dia duduk dengan ekspresi yang terlihat serius di tempatnya.
Lydia mengeluarkan garpunya. Ketika hendak mengambil udang yang agak jauh, sebuah garpu bergerak lebih cepat di piringnya.
Lydia kaget sekali. Dia pun mengangkat wajahnya dan melihat Franky dengan tatapan tidak mengerti.
“Aku bisa mengambilnya dengan mudah.”
Wajah Franky terlihat biasa–biasa saja. Setelah melepaskan udang itu, Franky pun menarik tangannya kembali seolah–olah dia memang ingin membantu Lydia mengambil udang.
Franky sudah berterus terang. Lydia pun tertawa dan berkata, “Terima kasih!”
Adam yang hendak meninggalkan tempat itu kebetulan sudah menangkap pemandangan tersebut. Sepasang matanya pun bergejolak. Kakinya terus melangkah lebar dan tidak mau berhenti.
Akan tetapi, baru beberapa langkah, Adam kembali dengan ekspresi yang terlihat sangat tidak senang.
“Keluar sebentar!”
Tiba–tiba saja ada suara pria yang sangat dingin terdengar. Ketiga orang yang berada di meja makan itu kaget sekali.
Benita melihat Lydia sebelum memalingkan wajahnya melihat Adam. Terakhir, dia seperti anak ayam tidak bernyali yang duduk di sana dan tidak berani bergerak.
Lydia baru mengupas udang. Tangannya jadi lengket–lengket. Lydia mengambil tisu basah lalu melap tangannya dan bertanya pada Adam, “Pak Adam, ada apa, ya?”
Dia mengerutkan dahinya dan terlihat bingung. Setelah membersihkan tangannya, Lydia sama sekali tidak terlihat seperti akan bangkit dan mengikuti Adam ke luar.
Wajah Adam terlihat lebih masam lagi dan berkata, “Ada urusan.”
Dulu, tanpa perlu mengatakan apa pun, Lydia akan segera mendekatinya begitu melihatnya. Sekarang, Adam harus berkali- kali memohon agar wanita ini mengikutinya.
Akhirnya, setelah melihat Lydia, Adam berbalik meninggalkan restoran itu.
Adam sangat tidak terbiasa dengan perubahan sikap Lydia. Dia sampai merasa kesal.
Melihat Adam meninggalkan tempat itu, nyali Benita kembali muncul. Dia segera menarik lengan Lydia yang bermaksud untuk menghampiri Adam dan berkata, “Jangan keluar! Kenapa kamu langsung setuju saat dia ingin bicara denganmu? Di mana harga dirimu?”
Lydia menepis tangan Benita dan berkata, “Jangan ribut!”
Saat itu, Franky yang tidak banyak bicara tiba–tiba berdiri dan berkata, “Apa kamu ingin aku temani?”
“???”
Benita kaget melihat Franky yang sudah berdiri.
Lydia mengangkat alisnya, lalu tersenyum pada Franky dan membalas, “Tadi kamu sengaja mengambilkan udang itu, bukan?”
Sebelum Franky mengatakan apa pun, telinganya sudah merah duluan.
Lydia paham dan berkata, “Kamu tidak perlu melakukannya, dia juga tidak bisa memakanku.”
Setelah mengatakannya, Lydia pun berjalan ke arah Adam.
Melihat Lydia berjalan jauh, Benita pun merespons dengan
bertanya, “Dik Franky, apa kamu sudah jatuh hati pada Kak Lydia?”
Franky kembali bersikap dingin menghadapi Benita dengan berkata, “Aku ada menonton berita.”
Perusahaan Niaga menduduki peringkat puncak di negeri ini. Sebagai penerus perusahaan, kehidupan pernikahan Adam otomatis berubah menjadi tontonan semua orang. Setelah bercerai, Lydia sudah banyak dicerca untuk waktu yang lama. Franky tentu sudah mengetahuinya.
Benita berdecak dan mengatakan, “Ternyata, kamu cerdas juga!”
Franky merapatkan bibirnya dan berkata, “Apa Adam benar–benar tidak menyukai Lydia?”
Mengungkit si berengsek Adam yang suka menindas Lydia itu, Benita memiliki banyak unek–unek yang ingin diutarakan, “Apa pertanyaanmu ini bukan pertanyaan bodoh? Apa kamu pernah melihat seorang pria tidak pernah peduli sedikit pun pada wanita yang disukainya setelah mereka menikah selama 3 tahun? Selain itu, dia juga membiarkan nenek sihir di rumahnya menyiksa istrinya setiap hari. Kalau hanya ibunya yang menindas Lydia, aku tidak bisa bicara banyak. Tapi orang–orang di sekitar juga tidak henti–hentinya mengganggu Lydia, kalau bukan karena Adam diam dan
mengizinkan mereka melakukannya, siapa yang bisa berani. bersikap seperti itu pada Lydia?”
Franky mengerutkan dahinya sambil memperhatikan Benita yang terlihat sangat berang. Akhirnya, dia pun tidak jadi mengatakan apa
pun.
Bagaimanapun Franky adalah seorang pria. Tadi, dia sudah
merasakan kecemburuan Adam dengan sangat jelas.
Tentu saja dia tidak bisa mengatakan apa pun karena dia tidak melihat situasinya secara keseluruhan.
Lydia baru keluar dari Restoran Lakeside. Setelah itu, dia melihat ke arah Adam yang berdiri tidak jauh dari sana.
Lydia mengangkat alisnya, lalu berjalan mendekat sambil bertanya, “Ada urusan apa Pak Adam?”
Meskipun mereka sudah berpisah selama tiga bulan lebih, Lydia tidak bisa memungkiri bahwa wajah Adam masih setampan sebelumnya.
Akan tetapi, karena Lydia sudah sering melihat pria berwajah tampan, Lydia menyadari kalau hatinya sekarang sudah seperti air
yang tenang.
Akhirnya, hati Lydia bisa mendapatkan ketenangan.
“Kamu tidak perlu menggunakan taktik seperti itu untuk menarik perhatianku. Jujur saja, semua itu tidak ada gunanya bagiku.”
Lydia baru sadar, mendengar Adam memperingati dirinya dengan ucapan tidak senang dan kasar.
Dia sempat tersentak sejenak sebelum kejengkelannya membuatnya tertawa dan menjawab, “Adam, apa kamu masih hidup di dunia mimpi?”
Adam memperhatikan wanita yang berada di hadapannya itu. Wanita itu mengerutkan dahinya. Wajah cantik wanita itu –
7
menyunggingkan senyuman yang dingin dan sinis. Ada gejolak kemarahan di dalam matanya saat memperhatikannya.
Adam tidak pernah diejek siapa pun. Alhasil, matanya berubah menjadi sangat tegas. Tatapannya juga semakin dingin saat berkata, “Kalau kamu tidak bermaksud untuk menarik perhatianku, jangan bermain dengan menggunakan taktik kekanak–kanakan ini! Meskipun temanmu mencarikan seribu atau sepuluh ribu bintang muda yang sedang naik daun untuk menemanimu menjadi viral, aku tidak akan peduli.”
Setiap ucapannya terdengar seperti penghinaan. Amarah Lydia langsung terkuras habis, “Adam!!!”
Lydia pun menyebutkan namanya. Matanya yang indah itu menatapnya dengan tajam. Lalu Lydia pun mendekatinya dengan perlahan–lahan.
Istriku, Rujuk Lagi, Ya?