Bab 2 Sandiwara Apa Lagi yang Kamu Mainkan?
Adam tidak mengatakan apa pun. Atmosfer di dalam ruangan kantor itu terasa sangat menekan sampai bisa membuat orang kesulitan bernapas. Setelah suasana berubah tegang sejenak, Lydia mengangkat bahunya dan berkata, “OK. Aku tidak akan mengganggu Pak Adam lagi. Kita berjumpa di hari Senin jam sembilan pagi di Kantor Catatan Sipil. Jangan tidak datang!” Setelah menyelesaikan perkataannya, Lydia merapikan rambutnya ke belakang telinganya. Sebelum meninggalkan tempat itu, Lydia masih merasa tidak puas dan berkata, “Adam, selamat untukmu, sekarang kamu sudah bebas. Kamu akhirnya sudah bisa melepaskan diri dari wanita tidak tahu malu ini.” Lydia melihatnya sambil mentertawakan dirinya sendiri. “Sandiwara apa lagi yang kamu mainkan?” Kali ini, Adam pun berbicara. Ucapannya juga menusuk seperti biasanya. Lydia meliriknya dan menjawab, “Kamu tenang saja. Kali ini, aku serius. Tapi ada satu hal yang ingin kuberitahukan kepadamu. Perceraian ini adalah cara dan kesempatan satu-satunya agar kamu bisa melepaskan diri dari masalah kita. Kamu harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya.” Mata Lydia terasa sedikit pedih. Wanita itu tidak mau kehilangan mukanya dengan meneteskan air mata di hadapan pria ini sehingga pria ini bisa menggunakannya untuk mengejeknya. Lydia pun langsung berbalik untuk meninggalkan tempat tersebut. Adam melihat Lydia berjalan pergi sampai akhirnya dia menghilang di belokan. Selanjutnya, pria itu pun membalik dokumen surat cerai yang ada di hadapannya. Isi surat cerai ini disusun sendiri oleh Lydia. Surat cerai ini juga menjelaskan masalah pembagian harta. Wanita itu sama sekali tidak mengambil hartanya sedikit pun. Bisa dikatakan, Lydia bercerai tanpa membawa sepeser harta pun bersamanya. Adam tidak merasa terkejut kalau Lydia ingin bercerai darinya. Biar bagaimanapun, selama tiga tahun ini Adam tidak pernah menganggap Lydia sebagai istrinya. Namun, Adam tidak percaya wanita ini tidak menginginkan apa pun saat mereka bercerai. Lydia adalah wanita yang memiliki ambisi yang sangat besar. Waktu itu, setelah Lydia menyelamatkan Hartini, keluarga Iskandar bertanya apa yang diinginkannya sebagai balas jasa. Wanita itu tanpa sungkan langsung menjawab bahwa dia ingin menikah dengan Adam. Sayang sekali, Lydia sudah salah perhitungan. Sebelum mereka menikah, Adam sudah membuat surat bukti daftar kekayaannya. Tujuannya supaya suatu hari setelah Adam tidak sanggup bertahan lagi, Adam bisa menyingkirkannya dengan mudah. Kelihatannya kali ini juga hanyalah bagian dari sandiwaranya. Adam membuat senyuman mengejek. Setelah itu, dia langsung melemparkan surat cerai itu ke sudut yang lain, lalu tidak menggubrisnya lagi. Lydia berjalan keluar dari gedung tersebut. Mobil sport yang dikendarai Benita benar-benar mencolok. Ketika Lydia berjalan mendekat, Benita sudah membuka pintu di sebelah kursi kemudi dan berkata, “Bagaimana? Sudah tanda tangan?” Lydia membungkuk masuk ke dalam mobil sambil berkata, “Belum.” “Tidak seharusnya seperti itu. Shinta sudah kembali. Apa Adam tidak panik?” Lydia memasang sabuk pengaman, lalu mendelik dan berkata, “Benita, kamu memang sengaja, ‘kan?” Ucapan yang keluar dari mulutnya selalu sangat menusuk hati. Kalau bukan karena mereka sudah bersahabat selama belasan tahun, Lydia pasti sudah membuat wanita ini menjadi viral. Karena niatnya sudah terbongkar, Benita pun menggosok hidungnya dan berkata, “Ini pertama kalinya aku melihat seseorang sangat bersemangat untuk bercerai. Aku cuma penasaran kamu bercerai gara-gara patah hati atau karena marah.” “Benita, tolong jadi orang lebih manusiawi!” Lydia tidak mau menggubris temannya yang sedang tertawa di atas penderitaannya itu. Dia pun memejamkan matanya sekaligus menutup atap mobil. Setengah jam kemudian, mobil itu sudah berhenti. Lydia membuka matanya kembali, lalu melepaskan sabuk pengamannya dan berkata, “Terima kasih!” Saat mengatakannya, Lydia sudah turun dari mobil. Dia berjalan ke belakang dan mengambil kopernya. Benita duduk di atas mobilnya, lalu memberikan ciuman jarak jauh pada Lydia, “Jangan diam-diam menangis ya, Lydia! Aku mencintaimu. Muach!” Setelah mengatakannya, mobil sport berwarna merah itu mengeluarkan suara deru yang sangat keras, lalu melesat pergi dari tempat itu. Lydia pun tertawa kesal. Dia sudah berteman dengan wanita laknat. Asisten rumah tangga sudah membantunya untuk membersihkan vila ini sebelumnya. Pintu AI menggunakan sistem pengenal suara, sidik jari, wajah dan sebagainya untuk mengizinkan akses. Lydia pun berkata, “Jerry, buka pintu!” Pintu kayu yang ada di depan langsung bergerak sendiri, “Selamat datang kembali, Majikan!” “Jerry, panaskan air!” Lydia menyeret kopernya menuju ke kamar utama yang ada di lantai dua. Isi koper tersebut adalah barang-barang yang dibawanya dari vila ini ke rumah Adam tiga tahun yang lalu. Setelah meletakkan kopernya, airnya baru mendidih. Begitu dicampur dengan sedikit air masak bertemperatur ruangan, Lydia langsung menghabiskan separuh lebih dari air di dalam gelas di dekat meja bar. Ketika air matanya menetes, Lydia merasa sedikit panik. Mengingat perkataan Benita sebelum meninggalkannya, Lydia jadi rendah diri. ‘Dasar! Baru keren sebentar!’ Akan tetapi masih lumayan. Setidaknya air mata ini tumpah saat tidak ada orang lain di sisinya. Setelah menahannya seharian, Lydia pun tidak sanggup menahannya lagi. Begitu dia meletakkan gelasnya, Lydia langsung telungkup di atas meja bar dan menangis. Dia sudah mencintai Adam selama 10 tahun, selain pernikahan yang penuh dengan penghinaan selama tiga tahun ini, Lydia tidak mendapatkan apa pun lagi. ‘Apa kamu merasa tidak rela?’ ‘Tentu saja tidak rela. Tapi apa gunanya merasa tidak rela? Dia tidak mencintaimu, Lydia.’ Sejak meninggalkan rumah keluarga Iskandar, Lydia melewati dua hari berikutnya seperti orang linglung. Dia tidak melakukan hal apa pun selain tidur. Akan tetapi, Lydia juga tidak bisa tidur dengan tenang. Dia banyak memimpikan hal-hal yang aneh. Lydia juga memimpikan kejadian saat dia masih berusia 15 tahun. Dia begitu polosnya percaya kalau nyonya itu membutuhkan bantuannya, lalu dia tidak sadar nyonya itu hanya ingin menjebaknya. Ketika orang-orang itu menyeret Lydia masuk ke dalam mobil, Lydia sudah merasa sangat putus asa dan ketakutan. Di gang yang sempit dan gelap tersebut, hal seperti ini sudah sering terjadi. Tidak ada seorang pun yang akan datang untuk menyelamatkannya. Juga tidak akan ada seorang pun yang berani datang untuk menyelamatkannya. Ketika Lydia sudah menerima nasibnya, pemuda itu menendang pria yang memeluknya sampai terjatuh. Selanjutnya, pemuda tersebut menarik tangan Lydia berlari keluar dari gang yang sangat menyeramkan itu. Lydia tidak tahu sudah berapa lama dirinya berlari. Dia baru berani berhenti ketika pemuda tersebut sudah berhenti. Ketika mereka sedang berlari, Lydia tidak sempat melihat wajah pemuda itu dengan jelas. Saat mereka sudah berhenti, Lydia baru sadar kalau pemuda yang ada di hadapannya ini memiliki wajah yang terlihat seperti rembulan yang indah. Pemuda itu memiliki sepasang bola mata yang berwarna hitam dengan pusaran di tengahnya. Hanya melihatnya sekilas, Lydia seperti terperangkap di dalam pusaran tersebut. “Siapa namamu?” Setelah berhasil lepas dari bahaya, Lydia pun menanyakan nama pemuda tersebut dengan rasa gugup dan keingintahuan yang besar. “Adam Iskandar.” Suara pemuda itu sama menghanyutkannya seperti matanya. Lydia tidak pernah merasakan jantungnya berdegup sekencang itu dan berkata, “Terima kasih sudah menyelamatkanku!” “Kamu sudah aman. Aku pergi dulu.” Pemuda itu melepaskan tangannya, lalu berbalik pergi. Lydia langsung mengejarnya dan bertanya, “Adam, bolehkah aku ….” Detik berikutnya, Adam muda berubah menjadi Adam dewasa. Pria itu melihatnya dengan tatapan dingin dan penuh kebencian, “Lydia, sandiwara apa lagi yang kamu mainkan?” Lydia kaget dan terbangun. Jam weker yang ada di sampingnya berdering keras. Lydia mengerutkan dahinya, lalu menyentuh sudut matanya yang basah, “Jerry, matikan alarmnya!” Suara dering itu langsung berhenti. Kamar itu kembali Sunnyi. Lydia mengambil ponselnya. Setengah jam yang lalu, Benita mengirimkan pesan yang isinya; “Semangat!” Benar! Hari ini adalah hari Senin. Hari di mana dia dan Adam akan pergi untuk mengurus perceraian mereka.