Bab 21 Bukan Hal Besar
Kondisi Grup Wina sangat stabil. Beberapa tahun ini ada banyak sekali anak muda yang mengembangkan perusahaan start–up. Tujuan mereka adalah untuk mendapatkan dana yang sama sekali bukan untuk mengembangkan perusahaan.
Lydia tidak menyukai perusahaan–perusahaan seperti itu. Dial sendiri adalah seorang pebisnis. Saat berinvestasi, tujuannya tentu untuk mendapatkan keuntungan sebesar mungkin. Dia tidak ingin uangnya malah terbuang percuma.
Lydia sudah melihat proposal itu sebelumnya. Proposal yang dilihatnya sekarang hampir sama dengan yang tadi pagi dilihatnya, hanya terdapat sedikit perubahan pada detailnya.
Lydia dari tadi tidak mengatakan apa pun. Revin jadi gelisah, “Nona Sunny, aku sangat percaya diri dengan produk perusahaan kita. Lalu tujuan utama aplikasi ini adalah untuk memberikan perlindungan yang lebih tinggi pada masyarakat. Beberapa tahun ini kasus pencabulan di tempat umum semakin marak terjadi. Kami yakin aplikasi kami bisa menjadi aplikasi yang banyak digunakan seperti aplikasi OVO. Selain itu, tim kami menjadi yang pertama dan satu- satunya tim terbuka. Kami percaya aplikasi yang kita kembangkan ini bisa menjadi aplikasi yang tak tergantikan.”
Saat dia baru menyelesaikan perkataannya, Revin sadar kalau dirinya sudah terlalu panik.
Hal yang paling tidak boleh dilakukan saat bernegosiasi adalah panik dan tidak bisa mengendalikan emosi.
Akan tetapi, wajar kalau Revin panik. Dia sudah memberikan proposalnya untuk waktu yang sangat lama. Akhir–akhir ini ada banyak sekali investor yang menghubungi tim mereka. Hanya saja, sebagian besar dari mereka hanya mewawancarainya, lalu tidak ada perkembangan apa pun lagi.
Sekarang, pengembang aplikasi di dalam negeri tidak sama dengan dulu. Apalagi, pasar di internet selalu berinovasi dan berubah dengan cepat. Orang lain juga bisa memiliki ide yang sama dengan ide mereka.
Mereka bisa mengembangkan aplikasi tersebut. Hanya saja untuk memasarkan, menjalankan dan mempublikasikannya membutuhkan dana.
Kesimpulannya, sulit bisa melakukannya jika tidak memiliki uang. Lalu Sunny yang ada di hadapannya sekarang bisa disebut sebagai harapan Grup Wina satu–satunya. Mana mungkin Revin tidak
merasa cemas.
7
Akhirnya, Revin pun mengatakan hal yang sesungguhnya setelah dia menyeruput minumannya, “Nona Sunny, kami bersedia menjual saham kami sebesar 15%.”
Lydia menutup proposal itu. Matanya sedikit mimicking saat mengatakan, “Satu miliar untuk saham senilai 15% dan satu hak veto. Kalau Pak Revin merasa penawaranku ini tidak bermasalah, besok aku akan meminta sekretarisku untuk menyiapkan semuanya.
Setelah mengatakannya, dia berhenti sejenak dan berkata, “Satu hal lagi, 1 miliar itu adalah investasi atas namaku sendiri. Bukan dari Grup Geldy.”
D
10 mutiara
Setelah mendengar perkataannya, Revin mengerutkan dahinya dan berkata, “Apa aku boleh mendiskusikannya dulu dengan pemilik saham yang lain?”
Nominal 1 miliar yang ditawarkan Lydia agak rendah dari bayangan Revin. Namun, angka itu masih bisa diterima. Hanya saja, dana itu bukan berasal dari Grup Geldy. Bagi mereka, perbedaan ini sangat signifikan.
Sejak awal Lydia sudah menduga bisa ada hal seperti ini. Jadi, dia tidak merasa kaget, tapi tersenyum dan berkata, “Boleh saja, kalau sudah selesai, kamu bisa menghubungi Sekretaris Jelin.”
“Baiklah! Terima kasih kamu bersedia menjumpaiku Nona Sunny.”
Lydia mengangkat alisnya dan tidak membantah dengan mengatakan, “Aku sangat yakin dengan kalian. Aku harap kita bisa memiliki kesempatan untuk bekerja sama.”
“Aku pasti akan mempertimbangkannya dengan baik.”
Hari sudah gelap. Revin berkata kalau Lydia tidak keberatan, mereka boleh makan bersama.
Mengingat Franky seorang diri tinggal di dalam rumah, Lydia pun menolaknya dengan sopan.
“Kalau begitu aku tidak akan merepotkanmu lagi.”
Lydia mengangguk. Mereka pun berpisah di kafe tersebut.
Setelah Lydia berpisah dengan Revin, dia mengendarai mobilnya menuju ke mall dan membeli beberapa potong daging untuk makan
malam hari ini.
Setibanya di rumah, hari sudah gelap.
Lydia menghentikan mobilnya di garasi dan berkata, “Jerry, bantu aku panaskan air! Terima kasih!”
Baru selesai mengatakannya, suara robot Al pun terdengar dan berkata, “Majikan, air panasnya sudah tersedia.”
Lydia kaget sekali. Lalu dia pun teringat kalau Franky juga tinggal di
sana.
“Baiklah, aku mengerti.”
Ketika masih berada di anak tangga, Lydia mencium aroma makanan. Perutnya pun langsung keroncongan.
Lydia sempat menduga dia kelaparan sampai berhalusinasi.
“Aku sudah masak.”
Saat dia tiba di lantai dua, dia baru sadar kalau dia tidak sedang
berhalusinasi.
Franky yang ada di hadapannya memakai celemek dengan wajan penggorengan di tangannya. Wajan anti lengket yang berada di dapur tidak henti–hentinya mengeluarkan suara mendesis.
Lydia kaget sekali dan berkata, “Kamu juga bisa memasak?”
“Ya!”
Franky menyahut, lalu membungkuk dan masuk kembali ke dapur.
Melihat punggung Franky, Lydia berdecak dan mengatakan, “Ternyata, memang pria baik.”
Setelah berdiri selama dua detik, dia mengalihkan pandangannya, lalu naik ke lantai tiga. Selanjutnya, dia turun kembali setelah mengganti bajunya dengan kaos T–shirt dan celana santai.
Franky sudah selesai memasak. Dia sedang berdiri di meja dan mengambil nasi.
Setelah mencuci tangan di wastafel, Lydia pun berjalan
mendekatinya. Melihat empat jenis lauk dan satu jenis sup yang ada di meja, dia kembali mengalihkan tatapannya pada pemuda itu dan berkata, “Kamu pintar masak juga, ya!”
“Aku sudah biasa memasak.”
Franky tidak terlalu ingin berbicara. Lydia juga bukan Benita. Setelah tersenyum ringan, dia tidak mengatakan apa pun lagi.
Lalu perkataan Lydia juga tidak salah. Masakan Franky ini benar- benar enak. Lydia jadi merasa sedikit kagum pada koki handal ini.
Setelah selesai makan, Lydia tiba–tiba saja bersikap seperti seorang kakak dan bertanya, “Tahun ini kamu baru masuk usia 18 tahun, ya?”
“Benar!”
“Bukankah di usia ini, kamu seharusnya masih sekolah?”
“Kak Benita menyuruhku untuk tanda tangan kontrak dulu. Dia
akan membantuku mengurus masalah sekolah.”
“Oh!”
Lydia menyahut, lalu memakan supnya dan berkata, “Apa keluargamu tidak keberatan?”
Wajah pemuda itu berubah menjadi sedikit dingin. Pundak Lydia bergerak turun dan dia pun menghabiskan suapan terakhir di mangkuknya, lalu berkata, “Biar aku saja yang cuci piring.”
“Aku saja yang mencucinya.”
Franky sudah bangkit dari tempatnya. Lydia tidak memaksakan dirinya dan menarik tangannya kembali.
Franky mencuci piring. Sedangkan Lydia memotong melon yang tadi dibelinya dan membawanya ke ruang tamu. Setelah itu, dia pun menyalakan televisinya dan menikmatinya.
Franky segera keluar dari dapur setelah selesai mencuci piring. Lydia menunjuk melonnya sambil menawarkan, “Manis sekali loh!”
“Ya!”
‘Ck, sedikit sekali bicaranya. Padahal masih muda. Sikapnya malah seperti orang tua.‘
Lydia meliriknya dan berkata, “Aku naik ke atas dulu. Ada sesuatu yang ingin kukerjakan. Kalau ada sesuatu yang penting, beri tahu
aku.”
“Ya!”
T
‘Lagi–lagi jawaban yang sangat singkat.‘
Lydia mengangkat alisnya. Dia juga tidak berharap pria ini bisa mengatakan hal yang lain. Setelah itu, dia pun naik ke lantai atas.
Hanya saja, Franky tetap tidak mencarinya sampai Lydia sudah tidur.
Hari yang bisa dikatakan lumayan menyenangkan itu, berakhir begitu saja. Namun, sebelum berakhir, Lydia yang berada di ranjangnya teringat kembali pada ucapan yang tadi siang dikatakan oleh Adam. Alhasil, suasana hatinya jadi tidak terlalu baik.
Lydia pun bangkit dan membuka sebotol anggur merah, lalu menghabiskan setengah botol anggur itu untuk membantu. tidurnya.
Sesuai dengan harapannya, malam itu dia tidak memimpikan apa
pun.
Pagi hari keesokan harinya, beberapa panggilan telepon Benita membuat Lydia jadi merasa sakit kepala.
Sambil memijat kepalanya, Lydia pun menerima panggilan Benita dan berkata, “Kalau aku tidak salah lihat, sekarang baru pukul 07:10.”
“Aku juga bukan sengaja melakukannya. Semuanya terjadi karena ada alasannya!”
Lydia mengerutkan darinya dan bertanya, “Ada masalah apa?”
“Sebenarnya juga bukan masalah besar. Kamu lagi–lagi menjadi viral. Tapi berita ini agak negatif.”
Mendengarnya, Lydia tidak berharap Benita bisa menjelaskannya dan berkata, “Sudahlah! Aku akan membacanya sendiri! Aku
matikan dulu!”
“Kalau begitu setelah kamu selesai membacanya, beri tahu aku cara untuk membereskannya! Masalah ini tidak bisa dibiarkan saja. Kalau berita ini masih begitu viral, dampaknya tidak terlalu baik.”
Lydia berdecak dan membalas, “OK!”
Setelah mengatakannya, dia pun mematikan sambungan teleponnya. Selanjutnya, dia langsung masuk ke halaman Twitter.
Begitu memahami bagaimana bisa jadi seperti ini, Lydia tidak tahan dan tertawa. Lalu dia membuang ponselnya ke atas ranjangnya dan berbalik untuk pergi mandi.
16:24 Fri, May 26
Istriku, Rujuk Lagi, Ya?