Bab 3 Kamu Serius?
Lydia memilih gaun rumbai berwarna merah dari lemari pakaiannya. Rambutnya digulung membentuk gelombang besar dan dibiarkan terurai di belakang punggungnya. Lydia sudah merias wajahnya selama 1 jam. Dia juga menggunakan lipstik warna merah yang senada dengan warna gaunnya sehingga dirinya terlihat sangat memesona. “Jerry, aku akan pergi untuk mengurus perceraianku.” “Majikan, ucapkan selamat tinggal pada pria yang tidak tepat. Dengan begitu, Majikan bisa dipertemukan dengan pria yang tepat.” Lydia mengangkat alisnya, lalu berkata, “Terima kasih Jerry! Sampai jumpa lagi!” “Sampai jumpa lagi Majikan!” Ketika Lydia tiba di depan Kantor Catatan Sipil, jam sudah menunjukkan pukul 08:55. Lalu pintu kantor masih belum dibuka. Lydia baru tiba di sana dan Benita pun menghubunginya, “Lydia, kamu sudah tiba di depan Kantor Catatan Sipil belum?” “Aku baru saja tiba.” “Kalau begitu aku ingin terlebih dahulu mengucapkan selamat sudah meninggalkan pria sampah dan menempuh kehidupan yang baru.” Sebuah mobil sedan hitam yang sudah tidak asing lagi berhenti tidak jauh dari tempat itu. Lydia tidak ingin berpanjang lebar lagi dan berkata, “Adam sudah tiba. Aku tutup telepon dulu.” “Baiklah! Aku ingin memberi tahu dirimu kalau hari ini aku sudah menyiapkan sebuah kejutan yang sangat menggembirakan untukmu. Aku yakin kamu bisa membanggakannya di hadapan Adam.” “Aku harap kamu tidak menyiapkan kejutan yang menggelikan.” Setelah mematikan teleponnya, Lydia memperhatikan Adam yang berjalan mendekatinya. Lydia tersenyum mengejek, lalu menyapanya, “Selamat pagi Pak Adam. Maaf sudah mengganggu waktumu.” Sambil mengatakannya, Lydia menyodorkan surat cerai yang ada di tangannya dan menambahkan, “Aku tahu kamu tidak percaya. Nah! Ini surat cerai yang persis dengan yang kuberikan kemarin. Tanda tangan di atasnya. Setelah Kantor Catatan Sipil buka, kita bereskan semuanya. Dengan begitu, kamu sudah terbebas dariku.” Wajah Adam akhirnya mulai bereaksi saat mengatakan, “Kamu serius?” Lydia melihatnya dan tidak mengatakan apa pun. Beberapa saat kemudian, Lydia tiba-tiba saja tertawa dan berkata, “Adam, aku selalu serius ketika berbicara denganmu.” ‘Kamu saja yang tidak pernah percaya padaku.’ Adam sangat tidak suka Lydia melihatnya dengan tatapan seperti itu. Wanita ini dulunya tidak pernah memperlakukannya seperti ini. “Pintunya sudah dibuka.” Kalau wanita ini minta bercerai, dia akan memberikannya. Dengan begini, kelak Adam tidak perlu lagi repot-repot. Saat itu, Lydia seperti mendengar suara hatinya yang hancur. Ketika Adam bertanya, “Kamu serius?” Lydia masih berharap agar pria ini mempertahankan pernikahan mereka, berharap agar pria ini menolak untuk bercerai darinya. Sayang sekali pria ini malah hanya mengatakan, “Pintunya sudah dibuka.” ‘Adam, kamu memang sangat sadis.’ Setelah menarik senyumannya, Lydia pun berbalik dan berjalan masuk ke dalam Kantor Catatan Sipil. Ada begitu banyak pasangan yang datang untuk mendaftarkan pernikahan mereka. Sedangkan yang ingin bercerai hanya ada mereka berdua. Akan tetapi, pakaian yang dikenakan Lydia hari ini tidak terlihat seperti akan bercerai. Ketika mereka berdua baru duduk, petugas yang ada di dalam sana pun bertanya pada mereka dengan penuh curiga, “Cerai damai?” “Benar!” Sambil mengatakannya, Lydia menyodorkan dokumen yang sudah dipersiapkan olehnya melalui jendela. Proses perceraian lebih cepat dibandingkan dengan proses pernikahan. Mereka sudah menandatangani surat cerai dan hanya menunggu pihak Kantor Catatan Sipil mengesahkan perceraian mereka. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses ini tidak lebih dari 5 menit. Keduanya sudah keluar dari Kantor Catatan Sipil. Adam berjalan di depan. Sejak Adam sudah mendapatkan surat cerai itu, dia tidak pernah menoleh untuk melihat Lydia. Lydia pun berhenti dan menyaksikan punggung Adam. Di dalam hatinya, Lydia merasa sangat sedih. Mobil Maserati tiba-tiba muncul di pinggir jalan. Mobil ini sangat mewah dan mencuri perhatian. Kesedihan Lydia banyak berkurang karenanya. Tatapannya terus memperhatikan mobil Maserati tersebut. Pintu mobil Maserati itu pun terbuka. Seorang pria berkacamata hitam yang terlihat tidak asing segera turun dari mobil tersebut. Lydia merasa kalau pria itu sangat tidak asing. Sebelum Lydia sempat bereaksi, pria itu sudah menyapanya terlebih dahulu, “Lydia.” Pria ini bernama Kevin Ganda. Tahun lalu dia berhasil mendapatkan ketenaran dengan bermain drama bertema kerajaan. Kevin memiliki perawakan yang tinggi. Hanya beberapa langkah, pria itu sudah berdiri di depan Lydia, “Selamat kamu sudah mendapatkan kebebasan dan hidup yang baru! Kak Benita menyuruhku ke sini untuk menjemputmu.” Lydia malah merasa pusing, “Benita sudah gila, lalu kamu ikut-ikutan gila bersama dengannya. Filmmu baru saja rampung, bukan? Apa kamu tidak takut ada gosip yang berseliweran tentang kita gara-gara kamu ke sini?” “Kak Lydia, kamu jangan sedih ya. Kak Benita bilang kamu baru saja bercerai dari Adam. Sebentar lagi keluarga Iskandar akan mengumumkan kabar perceraian Adam. Kita harus bertindak lebih cepat dalam menciptakan opini publik. Jangan nanti malah kamu yang disebut sebagai wanita bekas orang kaya!” Kevin sepertinya sangat marah. Sedangkan Lydia merasa geli sekaligus marah saat berkata, “Kalau begitu aku harus berterima kasih pada kalian.” Setelah mengatakannya, sekelompok wartawan sudah muncul di tempat itu. Kevin bertindak sangat gesit. Dia langsung menarik Lydia ke dalam pelukannya untuk melindunginya. Akan tetapi perlindungan yang Kevin berikan ini terlalu dibuat-buat, jadinya malah wajah Lydia yang disorot. Entah siapa yang sudah mendorong Lydia sampai dirinya terjatuh ke dalam pelukan Kevin. Kevin adalah idola ribuan wanita yang sedang naik daun. Wajahnya yang sangat tampan dan menawan. Kalau hati Lydia tidak berdegup lebih kencang, rasanya mustahil sekali. Meski sudah membina hubungan rumah tangga selama tiga tahun dengan Adam, mereka tidak pernah berpelukan seperti ini. Pelukan Kevin dan wangi semerbak dari parfum khusus yang dipakainya membuat Lydia terus diingatkan akan keberadaan Kevin. Wajah Lydia terasa sangat panas. Dia ingin segera keluar dari pelukan Kevin. Siapa sangka Kevin malah merangkul kepala Lydia di dadanya. Telinga Lydia bisa mendengar suara degup jantung Kevin yang berdetak kurang beraturan. Para wartawan yang ada di luar tidak henti-hentinya mengejar dan bertanya. Lydia agak tegang ketika Kevin berjalan ke depan sambil setengah merangkulnya. Adam sudah melihat pemandangan tersebut melalui jendela mobil sedan hitamnya. Mata hitamnya tetap tidak memperlihatkan gejolak apa pun. Sekretaris Arif yang duduk di barisan depan dengan ragu-ragu berkata, “Pak Adam, apakah kita harus membantu Nona Lydia sebentar?” Setelah Sekretaris Arif mengatakannya, Adam langsung mengalihkan pandangannya, lalu melihat Sekretaris Arif dengan tatapan dingin, “Kamu sangat suka ikut campur masalah orang lain, ya?” Sekujur tubuh Arif langsung menjadi tegang, “Bukan begitu Pak Adam.” Sekretaris Arif tidak bisa berdalih. Jadi, dia segera memerintahkan sopir untuk menjalankan mobil, “Herman, jalankan mobilnya.” Entah kenapa Arif merasa kalau wajah Adam jadi terlihat lebih masam. Mungkin hanya perasaan Arif saja. Suasana hati Adam memang tidak terlalu baik. Istrinya, bukan, lebih tepatnya mantan istrinya yang baru bercerai kurang dari 10 menit darinya, sekarang sudah bermesra-mesraan dengan pria lain di depan Kantor Catatan Sipil. Kalau kabar ini tersebar ke luar sana, orang-orang tentu akan menduga bahwa mereka bercerai karena sang istri sudah memiliki kekasih lain, bukan? “Hentikan mobilnya!” Adam tidak suka diselingkuhi dan lebih tidak suka jika ada yang menyebarkan kabar bahwa dia sudah diselingkuhi. “Turun dan bawa Lydia ke sini!” Sekretaris Arif kaget sekali. Dia pikir dia sudah salah dengar, tapi saat menoleh dan melihat tatapan pria di belakang yang terlihat sangat geram, Arif langsung mendorong pintu mobilnya, lalu berjalan ke arah dua orang yang sedang di kerumuni oleh gerombolan wartawan itu.